Telah diwariskan turun-temurun, kebudayaan ini mengandung simbol dan makna yang mendalam. Topeng ondel-ondel lelaki warna merah memiliki arti laki-laki harus pemberani dan gagah perkasa, sementara topeng perempuan mengandung arti harus menjaga kesucian.
4. Tradisi mandi merang
Mandi Merang atau Keramas Merang adalah salah satu bentuk tradisi masyarakat Betawi. Tradisi untuk menyucikan diri ini biasanya dilakukan menjelang bulan suci Ramadan. Alwi Shahab mengisahkan tradisi itu sudah ada sejak tahun 1950-an di sungai-sungai di Jakarta dan sekitarnya.
5. Sikap gotong-royong
Masyarakat betawi sangat mempertahankan kearifan nilai gotong-royong dalam melakoni berbagai kegiatan masyarakat. Misalnya, jika ada warga yang melaksanakan resepsi pernikahan, segenap tetangga menyingsingkan lengan baju nya untuk membantu dengan berbagai cara seperti mencuci beras, memotong sayur-mayur, memasak dan sebagainya. Sedangkan pihak keluarga dan saudara-saudara nya akan menyumbang bahan baku masak tersebut. Kemudian semua bantuan itu dicatat oleh penerima yang pada gilirannya akan dikembalikan kepada penyumbang manakala menyelenggarakan hajat.
UNGKAPAN TRADISIONAL BETAWI
YANG BERKAITAN DENGAN PANCASILA
1. Sila pertama
Ade anak ade rejeki.
Ada anak ada rezeki.
"Kalau ada anak, tentu ada pula rezekinya".
Ungkapan yang sangat bertentangan dengan program Nasional Keluarga Berencana ini masih dapat kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Betawi. Arti yang terkandung
dalam ungkapan ini ialah menggambarkan bahwa setiap anak
yang dikurniai Tuhan kepada hamba-Nya pasti akan disertai
rezeki dari Tuhan.
Maksud pemakaian ungkapan ini dalam
kehidupan masyarakat Betawi ialah untuk menasehatkan, mengingatkan dan menyindir seseorang yang merasa takut atau
kuatir tak sanggup memberi makan bila mempunyai anak banyak.
Dalam kehid upan uma t man usia, anak yang dilahirkan merupakan berkah dan kurnia dari Tuhan. Dia dilahirkan akibat
hubungan. cinta kasih an tara ke dua orang tuanya. Dia merupakan titisan darah dan daging orang tuanya dan merupakan generasi penerus dari orang tuanya itu.
Kalau pasangan suami isteri
kebetulan tidak dikurniai anak, maka kedua pasangan tersebut
tidak ada lagi penerusnya apabila mereka sudah meninggal.
Kalau kita lihat secara eksak atau matematika, memang
ban yak anak tidak mungkin banyak rezeki. MisaJnya saja seorang
pegawai karena anak yang dilahirkannya itu merupakan anak
ke empat, maka anak tersebut tidak mendapat tunjangan lagi
dari pemerintah. Pada hal gaji atau pendapatan orang tuanya
tetap. Kalau duJu gaji bapaknya Rp. I 00.000,- untuk kebutuhan lima jiwa yang berarti tiap jiwa Rp. 20.000,- sebulan.
Sekarang setelah anak empat orang, maka jatahnya menjadi berkurang. Tapi kalau kita lihat kenyataannya, tidaklah berkurang
kesejahteraan dan kebutuhan hidup mereka. Bagaimana kehidupannya sewaktu punya anak tiga, begitu juga pada waktu pula
keadaan sosialnya pada waktu punya anak empat. Dulu makan tiga kali sehari, sekarang juga demikian. Dulu ayahnya naik
his ke kantor sekarang juga demikian. Jadi tidak merosot kehidupan mereka setelah bertambah anak, walaupun gajinya tidak
tam bah.
Masalah anak ini erat sekali kaitannya dengan agama Islam
yang dianut dan diyakini masyarakat Betawi.
Dalam agama Islam
memang dilarang untuk menggugurkan kandungan guna membatasi keluarga. Perbuatan seperti itu sama saja dengan melakukan pembunuhan. Cara-cara lain yang cocok dan sesuai dengan
norma-norma Islam dalam mengatasi keluarga tentulah tidak dilarang. Semuanya itu dengan maksud untuk kesejahteraan umatNya. Mengingat arti dan maksud pemakaian ungkapan ini berkaitan dengan sila pertama Pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha
Esa.
2. Sila kedua
Atinye gede banget.
Hatinya besar benar.
"Hatinya besar benar".
Ungkapan mengenai sifat berani dan jantan ini masih dapat
kita jumpai dalam kehidupan masyarakat Betawi Jakarta pada
saat sekarang ini. Arti yang terkandung di dalamnya ialah menggambarkan sikap tabah, berani dan jan tan dari seseorang. Maksud
masyarakat. Betawi dalam mempergunakan ungkapan ini ialah
untuk menasehatkan, menyindir dan mengingatkan pihak lain,
akan sifat tabah dan berani yang dirniliki seseorang.
Dalam kehidupan masyarakat, karena mernang sudah takdir
barangkali ada orang yang bersifat tabah berani dan ada pula
yang bersifat tidak tabah pengecut. Sifat ini biasanya dibawa
sejak lahir dan sukar diubah. Sifat berani dan tabah itu memang
sudah seharusnya dirniliki setiap umat manusia.
Hidup kita di
dunia ini hanyalah sementara menurut ajaran agama Islam. Manusia dicoba dengan segala macam cobaan mulai dari yang senang sampai ke yang susah. Apakah kita sebagai umat Tuhan
akan tabah menghadapinya. Begitu juga tentang keberanian.
Masyarakat Betawi sangat memperhatikannya. Kalau seorang
yang pengecut akan dikatakan nyalinya kecil. Kalau tabah dan
berani akan dikatakan nyalinya besar. Dalam ajaran agama Islam
yang dianut dan diyakini masyarakat Betawi ada dikatakan "Janganlah kamu takut kepada apapun kecuali kepada Tuhan".
Tentu saja bukan sembarang tabah dan berani, tapi yang membela kebenaran dan keadilan. Mengingat arti dan maksud ungkapan ini mengenai keberanian akan keadilan dan kebenaran,
maka dapat dikatakan bahwa ungkapan ini berkaitan dengan sila
ke dua Pancasila yaitu Kemanusiaan Yang adil dan Beradab.
3. Sila ketiga
Berat same dipikul, ringan same dijinjing.
Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing.
"Kalau berat sama dipikul, kalau ringan sama dijinjing".
Ungkapan mengenai rasa kerja sama ini masih dapat dijuinpai dalam kehidupan masyarakat Betawi. Arti yang terkandung
di dalamnya ialah menggambarkan sifat kerja sama dan gotong
royong dalam kehidupan masyarakat Betawi. Adapun maksud
pemakaian ungkapan ini bagi masyarakat Betawi ialah untuk
menasehatkan dan mengingatkan seseorang atau kelompok masyarakat bahwa dalam menghadapi pekerjaan-pekerjaan yang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, perlu adanya kerja sama dan
tolong menolong antara sesama anggota masyarakat.
Sebagaimana diketahui, dalam hidup ini umat manusia banyak sekali menghadapi ujian dan cobaan dalam hidup guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam masalah pekerjaan misalnya ada orang yang pekerjaannya ringan dan tidak memeras
tenaga dan ada pula orang yang bekerja keras memeras keringat pada hal gajinya tidakl'!h seberapa. Dalam menghadapi
persoalan-persoalan hidup sehari-hari ada kalanya seseorang itu
menemui suatu pekerjaan atau masalah yang berat dan sulit dan
ada kalanya persoalan yang ringan dan gampang.
Kalau persoalan yang dihadapi itu ringan dan gampang, maka hal tersebut
tidaklah merupakan halangan ataupun rintangan. Lain halnya
kalau persoalan yang dijumpai itu berat dan sulit sedangkan yang
bersangkutan orangnya tak berdaya. Kalau persoalan itu dihadapinya secara sendiri, pasti dia tidak akan sanggup mengatasinya. Untuk ini dia membutuhkan bantuan dan kerja sama dari
orang lain. Misalnya pada suatu hari terjadi angin kencang dan
pohon besar rubuh menutupi jalan. Untuk menyingkirkan
pohon besar yang tumbang itu, maka diperlukan banyak tenaga
pengangkatnya. Hal ini disebabkan pohon itu besar dan berat.
Untuk menyingkirkan pohon itu harus dikerjakan bersarna-sama
supaya dapat diselesaikanl cepat. Untuk ini perlu anggota masyarakat yang bermukim di dekat pohon itu serta pihak lain yang
kebetulan lewat dan mempergunakan jalan tersebut, untuk bersama-sama mengangkat dan menyingkirkan pohon kayu yang
menghalangi jalan tadi. Dengan. adanya kerja sama yang melibatkan orang banyak, maka semua pekerjaan dan rintangan yang
dijumpai dalam kehidupan masyarakat pasti akan dapat diatasi.
Dengan demikian berkat adanya kerjasama dan kegotong-royongan yang dimiliki anggota masyarakat, maka semua pekerjaan
akan dapat diatasi walaupun pekerjaan itu berat. Mengingat arti dan pemakaian ungkapan ini mengenai rasa kerjasama
dalam kehidupan masyarakat, maka dapatlah dikatakan bahwa
ungkapan ini berkaitan dengan sila ketiga Pancasila yaitu Persatuan Indonesia.
4. Sila keempat
Diikatin putus, dihalangin meloncat.
Diikat putus dihalangi meloncat.
"Bila diikat putus dan bila dihalangi meloncat".
Ungkapan ini masih dapat dijumpai dalam kehidupan lain. Maksud pemakaian ialah untuk manasehatkan seseorang
yang,keras dan tak mau menerima pendapat orang lain agar mengubah sikap demikian itu.
Pemakaian ungkapan ini biasanya ditujukan kepada para
remaja dan orang-orang tertentu yang tak mau dinasehatkan dan
menerima pendapat orang lain. Orang tua, guru di sekolah serta
di lingkungan masyarakat sebenarnya telah memberi bimbingan
dan pendidikan kepada para remaja. Semua ini dilakukan dengan
maksud -supaya para remaja itu dapat menjadi orang baik-baik
dan berguna bagi masyarakat dan negara. Walaupun telah diusahakan demikian, namun banyak juga para remaja atau orang tertentu yang tidak mau menurut ajaran dan naseha( dari
orang h.ia dan gurunya. Mereka berbuat menurut kehendak
mereka, seolah-olah mempunyai ukuran nilai tersendiri. Apa
yang baik secara umum bagi orang lain, tapi tidak bagi mereka.
Mereka hanya berbuat sekehendak hati mereka yang ada kalanya
merugikan orang lain maupun mereka sendiri. Sebagai kaum
remaja dan anggota masyarakat, sehingga seseorang mau bekerja
sama, dinasehatkan orang tua, guru maupun masyarakat serta
mau menerima pendapat atau saran-saran baik dari orang lain.
Mengingat arti dan maksud pemakaian ungkapan ini berhubungan dengan sifat keras kepala dan tak mau menerima saran
atim pendapat orang lain. Dengan demikian berkaitan dengan sila
keempat Pancasila yaitu Kerakyatan yang dipimpin oleh kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
5. Sila kelima
Abis manis sepa dibuang.
Habis manis sepah dibuang.
"Habis manis sepah dibuang".
Ungkapan ini masih dapat kita jumpai dalam kehidupan masyarakat Betawi. Arti yang terkandung di dalamnya ialah menggambarkan kalau sesuatu misalnya orang, pada waktu orang tersebut lagi sehat dan mendatangkan uang, dia sayang. Kalau sudah
tidak berdaya dan tidak berguna lagi misalnya tidak bekerja dan
tak bisa mendatangkan keuntungan, orang tersebut diusir atau dibuang. Maksud pemakaian ungkapan ini ialah untuk menasehatkan dan menyindir seseorang yang hanya mau memakai atau
menerima seseorang sewaktu orang tersebut berguna dan menguntungkan.
Seperti kita ketahui, sepah adalah bagian dari batang tebu
yang telah diambil airnya.
Kalau seseorang makan tebu, ampas
atau sepah tebu yang tak ada airnya itu akan dibuangnya. Padahal sewaktu-waktu sepah tersebut ada airnya yang manis, sepah
itu belum dibuang. Begitu juga sifat seseorang. Misalnya seorang
menantu disayang dan dimanja oleh mertua dan isterinya, karena menantu tersebut lagi banyak duit atau kekayaannya. Setelah menantu tersebut jatuh sakit ataupun bangkrut, maka
pihak mertua dan kadang-kadang juga isterinya mulai tidak
senang pada menantunya. Padahal harta ataupun pendapatan
menantu sewaktu sehat dan jaya banyak dimakan oleh inertua. Tidaklah Jayak untuk mengusir begitu saja menantunya,
walaupun sekarang sakit dan bangkrut. Dengan demikian sikap
mertua dan isterinya itu sungguh tidak adil yang memperlakukan seseorang semena-mena.
Sebagai seorang anggota keluarga dan masyarakat yang
dahulunya pernah dibantu dan menompangkan hidupnya pada
menantunya itu sudah sepantasnyalah bila jasa-jasa dan bantuan
menantu itu sebelumnya tidak dilupakan begitu saja. Kalau
dulu dia sehat dan jaya kita minta bantuan kepadanya, maka
sekarang setelah dia sakit dan jatuh bangkrut sudah sewajibnya
_j
kalau kita turut membantunya. Kalau seandainya tidak mampu
membantunya, janganlah hendaknya dia yang dulu disenangi
dan dihormati, lantas sekarang mau disingkirkan begitu saja.
Kita harus membantu orang yang pernah membantu kita. Jadi
tidak melupakan dan membuangkan begitu saja. Sungguh tidak
adil dan bijaksana kalau melupakan begitu saja jasanya di masa
lalu.
Mengingat arti dan maksud pemakaian ungkapan ini mengenai ketidak;adilan, maka dapat dikatakan bahwa ungkapan ini
berkaitan dengan sila ke lima Pancasila yaitu Keadilan Sosial
Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar